Parental Advisory - Explicit Content part.3

******* (dalam lakon "Suka-Duka Praktikum") *******

Senin, Agustus 03, 2009

Awal 2003, termasuk tahun pertama gua kuliah di kampus tercinta, jurusan Teknik Elektro di sebuah universitas negeri di pulau Jawa. Kebanyakan mahasiswa kampus ini pasti setuju kalau masa-masa awal perkuliahan merupakan masa-masa terberat. Di dua semester itu, kami mesti menerima fakta bahwa sebenarnya Indonesia belum merdeka. Bagaimana bisa dibilang merdeka, wong hampir tiap hari di sepanjang tahun, kami ditekan dan ditindas oleh para penjajah yang masih berasal dari bangsa sendiri, masih berasal dari rumpun yang sama, yang tidak lain adalah para senior di kampus tersayang ini.

Setiap selesai perkuliahan, ketua angkatan yang biasa disebut Komting selalu berkata “Angkatan 2002 jangan pulang dulu… Senior mau masuk!!!” Bahkan saking seringnya sampai-sampai terkadang sebelum si komting bicara, sudah ada yang mendahului ngomongin hal tersebut.

Tidak lama setelah itu terdengar suara dari arah luar. Brakkk!!! Pintu terbuka seperti didobrak. Masuklah beberapa pemuda dekil yang sudah pasang muka galak terlebih dahulu “Selamat siang adek-adek…” berkatalah seseorang diantara mereka memulai pembicaraan. Tampaknya ia adalah seorang yang telah ditunjuk untuk menjadi juru bicara. “Bla… Bla… Bla… %$&*&^&$*$*%%*%@**!!!... Bla… Bla… Bla… #&$&$*%*%#@*!!! Fyuh.., panjang banget deh omongan orang itu. Intinya kita dikasih tugas tambahan. Macem-macem bentuknya. Misalnya translate buku atau bersihin kampus. Pokoknya orang-orang itu kayaknya gak rela kalo kami bisa bernafas lega dan seneng ngeliat kami menderita. Bener-bener dah!

Sebenarnya bisa saja kami menolak dan memboikot tugas-tugas tersebut. Namun apa daya, kami hanyalah ‘anak baru’ dan mereka terlalu ‘mengusai’ kampus bahkan sampai “menyentuh” perkulian. Salah satu yang dikuasai adalah praktikum.

Praktikum adalah praktek dari sebuah mata kuliah. Tidak semua memang, namun cukup banyak mata kuliah yang dipraktekkan. Nilai dari praktikum tetap wewenang dosen, namun pada pelaksanaannya dilakukan oleh mahasiswa sebagai asisten, dan disinilah para senior bermain. Seringkali praktikum dijadikan alat oleh senior untuk mengancam juniornya. Praktikum memang hanya 1 sks, tapi malah sering mengalahkan 20 sks lainnya. Para mahasiswa biasanya rela melakukan apa saja agar dapat lulus praktikum walaupun terdapat ‘syarat-syarat’ yang diluar batas kewajaran. Bahkan saking takutnya akan ‘ancaman tidak lulus’ dari para seniornya itu, mereka terkadang mengorbankan mata kuliah lainnya yang notabene mempunyai jumlah sks lebih banyak. Anggapan mereka adalah bahwa para dosen pasti lebih ‘manusiawi’ ketimbang senior-senior mereka.

----- @@@@@ -----

Pagi itu, gua terduduk kaku di lantai kamar kost. Udah dua hari ini gua begadang demi menyelesaikan laporan praktikum. Fyuh, akhirnya kelar juga. Walaupun mengorbankan jari-jari gua yang kaku, sampe-sampe pulpen seolah-olah udah menjadi satu kesatuan sama jari gua, saking lamanya nempel di tangan. Sekedar pemberitahuan aja, kalo laporan praktikum ditulis tangan dengan warna tinta berbeda tiap tahunnya dengan tebal laporan bisa mencapai 500 lembar untuk 1 mata praktikum.

Waktu menunjukkan pukul 6.15. “Saatnya asistensi nih…” gua memasukkan laporan gua ke dalam tas dan bergegas keluar kamar. Gua memang harus menyerahkan laporan itu pagi-pagi buta, sebelum mas asisten keluar dari kos-nya.

Gua percepat langkah kaki gua menuju kos asisten. Gak peduli kuburan, tanah becek, jalan gang, jalan raya,… semua gua lewati. Hanya berharap mendapatkan sebuah tanda tangan dan tulisan kecil “acc”.

Singkat cerita, setelah melalui berbagai medan, atlet jalan cepat itu (yaitu gua sendiri) sampai di rumah yang dituju. Setelah gua mengetok dan mengucapkan salam, seorang ibu paruh baya (kita anggap saja “Mawar”), memakai kutang warna putih dan hot pant merah muda, membukakan pintu.

Gua : “Glek” (nelen aer ludah)
Mawar : “Nyari siapa dek?”
Gua : “Mmm…Mas… Mas XXX ada Bu?”
Mawar : “Sebentar ya…”

Ibu “Mawar” kemudian masuk ke dalam dan tidak lama kemudian keluar lagi. Sial!!! Padahal gua berharap dia agak lamaan di dalem, trus dari luar gua mendengar suara “Ah… Oh… Yes!!! Once more baby… you bad boy…”, supaya tulisan gua ini bisa lebih panjang lagi.

Mawar : “Mas XXX-nya gak ada tuh dek…”
Gua : “Ssllrruupp…. Kalo boleh tau dia kemana ya Bu???” (masih mikir yang jorok-jorok)
Mawar : “Gak tau ya… Tadi saya ketok gak ada suara dari dalam. Yang ada cuma suara desahan…”
Gua : “Desahan???” (terlihat antusias)
Mawar : “Gak deng, cuma bercanda… Gitu aja kok dibawa serius… Hehehe…” (terlihat seneng ngerjain anak kecil)
Gua : “Kirain…”
Mawar : “Apa kamu mau ngecek sendiri ke dalam?”
Gua : “Ngg… ngg.. nggak kok Bu. Gak usah. Saya udah percaya…”

Gua buru-buru pergi dari situ. Daripada terjadi hal-hal yang memang ‘diinginkan’. “Tidak deh… Makasih… Gua cukup setia kok dengan Azumi.” (pada masa itu sedang booming-booming-nya Azumi Kawashima)
Di satu sisi gua seneng pagi-pagi udah diperlihatkan pemandangan yang jarang-jarang gua temuin (hehehe… bikin mata yang udah 5 watt lampu kuning, berubah jadi 36 watt lampu neon), tapi di sisi lain gua gondok mendapati bahwa pengorbanan gua begadang dua hari (yang sampai menyebabkan sekujur tubuh menjadi kaku) menjadi sia-sia belaka! “Apa jangan-jangan ada konspirasi atau unsur kesengajaan disini???.” Pikiran gua mulai su’udzon.

Seperti kata banyak orang ada istilah ‘naik darah, turun ke bawah’ yang artinya kalo emosi bikin perut jadi mules. “Waduh!!! Ribet deh urusan. Mana kos gua jauh lagi!”

Gua yang pikirannya udah gak karuan (antara memikirkan nasib laporan, memikirkan perut yang mules dan memikirkan ibu-ibu tadi) mulai kehabisan akal. Sepanjang jalan gua berlari sekencang-kencangnya. Tut… Tut… Tut… Dari jalur 1 kereta senja utama memasuki stasiun Jatinegara…

“Hosh,.. hosh… hosh,…” gua mulai kehabisan napas. “Tenaga gua abis nih. Belom makan sih…”

Kebetulan gak jauh dari tempat gua berdiri ada tukang burjo (bubur kacang ijo). “Lumayan deh, buat ngisi bensin…” Gua masuk ke dalam kiosnya dan memesan mie rebus telor.

Gak pake lama pesenan gua jadi. “Mmmm,.. yummy… mantaaap….” Gua langsung menyantap mie yang disajikan. Saking lahapnya mie langsung tinggal separuh. Namun tiba-tiba dari arah selatan terdengar bunyi. Prettt… Preett… Creett… Creett… “Eh busyet, gua lupa! Tadi gua kan lari-lari gara-gara perut mules. Sekarang kecapekan malah gua makan…. Bukannya makin ‘ke-dorong’???”

“Jadi berapa bang???” gua langsung berdiri dan membayarkan sejumlah uang sesuai nominal yang disebut abang tukang burjo. Keluar dari tempat burjo, gua langsung lari. Ngibrit sekenceng-kencengnya.

Tukang Burjo : “Oalah… Semangat banget anak itu yak? Mungkin atlet lari kalee… Kayak sapa kiye? Liem Swie King… Betul kayak Liem Swie King!
Pembeli Burjo : “Liem Swie King mah bukan atlet lari atuh bang… Dia mah pemaen drumband!

----- @@@@@ -----

Di lain tempat, gua sudah hampir separuh jalan menuju kost. Tepatnya dekat kost Yunan. “Nan… Nan… Nan… Spadaaaa… Sialan si Yunan belom bangun lagi! Langsung aja dah menuju kamar mandinya” gua ngacir kearah kamar mandi umum yang letaknya gak jauh dari kamar Yunan.

“Astaga… Ada orang yang make… Maap mas, saya nggak tau…” gua mulai hopeless dan tanpa pikir panjang kembali berlari. Kalo diliat-liat, gua yang berlari-lari cocok juga divideo-in buat soundtrack lagu “Stasiun Balapan”.

“Fyuh, akhirnya kuburan! Jalan potong paling deket menuju kost gua.” Harapan kembali terbuka. The promised land…. Here I come….

But wait… Gila nih! Alarm weker di perut gua makin menggila. Kalo gua ke kost sempet sih… tapi waktu gua naek keatas lewat tangga apa gak bahaya tuh? Gimana kalo tiba-tiba jatuh. ‘Plung’… Trus ada yang ada ngeliat. Muka gua mau ditaruh dimana? Masak iya gua bilang “Aduh pake jatuh lagi pisang gorengnya. Gapapa deh belom 5 menit! Nyam… Nyam…” langsung gua caplok daripada malu. Gak mungkin kan??? Sementara kalo gua di WC bawah juga gak mungkin. Anak-anak kost bawah kan pada nge-geek semua. Prinsip mereka 4K (Kos, Kampus, Kantin, Kakus). Pasti pagi ini mereka lagi berebutan kamar mandi biar bisa duluan sampe di kampus. Biar dapet bangku paling depan. Jadi, kalo gua berharap jam segini ada kamar mandi kosong sama aja dengan gua berharap Azumi maen sinetron di Indonesia… Mustahil!!!

Satu-satunya cara gua mesti cari tempat yang tidak strategis di deket pekuburan ini. “Dimana ya??? Aha!!!” gua menemukan spot yang bagus di pojokan sana.

Gak pake lama gua langsung semedi di tempat tersebut. Sebenernya sih agak serem juga tapi mau gimana lagi? (Telor udah di ujung tanduk nih… Telor ceplok pula!) Bodo amat dah! Walaupun pikiran gua udah bayangin macem-macem… Seandainya tiba-tiba ada tangan muncul dari dalam tanah. Kemudian tangan itu mulai meraba kaki-kaki gua yang mulus, dan menjelajahinya sampai pangkal paha.

Gua : “Woi mau ngapain lo!!!”
Tangan setan : “Ka…Kaga bang, ane cuma mau bantuin nyebokin doang”
Gua : “Ooooh…. Ya udah terusin deh…”

“Owek… Owek…” terdengar tangisan. “Loh kok bayi?” gua melihat kebawah. “Oooh, suara anak tetangga… Syukurlah… Gua kirain…” Yes! Akhirnya bisa keluar juga… Merdekaaaa!!!!! “Fyuh,… Legaaaa…” batin gua.

Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara langkah manusia…. Ternyata adalah seorang perempuan berkacamata. Kelihatannya ia hendak menuju kampus. Terlihat dari tangannya yang menenteng sebuah buku. “Waduh, tengsin nih kalo gua ampe ketauan!”

Gua beranjak dari situ. Kebetulan gak jauh dari situ ada nisan yang udah rada kotor ketutupan daun-daun kering. Mulailah gua beraksi. Membersihkan dedaunan seolah-olah orang yang lagi ‘nyekar’. Mbak-nya pun lewat dan nampaknya ia memang tidak curiga sedikit pun atau mungkin saja yang ada di otaknya cuma Kalkulus dan angka-angka doang. Whatever, yang penting mission accomplished! Tinggal tersisa satu PR. Apa yang harus gua lakukan dengan ‘pisang penyet’ ini??? Gak mungkin kan seorang profesional meninggalkan barang bukti semudah itu?

Maka melayanglah ingatan gua… Terus melayang sampai di zaman ketika manusia pertama kali menginjakkan kaki di bumi… Ketika Qabil membunuh saudaranya sendiri yaitu Habil… Ketika ia kemudian melihat burung gagak yang melakukan hal yang sama… Ketika burung gagak yang hidup menguburkan burung gagak yang mati… “That’s it!!! Gua akan mengikuti langkah Qabil yaitu meniru apa yang dicontohkan burung gagak. Dengan begini berarti mission is really accomplished!!!

----- @@@@@ -----


Notes:
Apa yang gua tulis disini cuma bersifat menghibur (walaupun ini kisah nyata lho!!!). Yang terpenting adalah hikmah yang terkandung di dalamnya. Gua berharap tindakan senioritas yang kelewat batas sudah tidak ada lagi dan syukurlah pada beberapa tahun belakangan hal tersebut makin jauh berkurang. Sistem perkuliahan pun semakin baik. Dan semoga akan terus berlanjut di tahun-tahun ke depannya. Amin.

6 komentar:

RezaLuchu mengatakan...

Anjiirr.. jorok berat..
Hati-hati ho.. di hantuin lo ama setan2 kuburan deket sana..

Tapi paling nggak, cara lo ini lebih sopan dimata manusia. Gw malah pernah lagi jalan2 ke perkampungan di sukabumi, terus kebelet boker, dan minjem WC warga.

Eh ternyata gak ada tempat boker di WC nya, Aneh banget. Masa hari gini ada WC yang gak ada tempat boker. Akhirnya gw nyari kantong plastik Hitem, terus gw boker ke kantong itu. terus kantongnya gw sembunyiin di kamar mandi itu. wkakakak..

Pasti gw di sumpahin ama tuan rumah.. ampuunn...

Maho mengatakan...

Tau deh Ja...
Padahal waktu gua di Jakarta gak pernah bisa boker kecuali di toilet.
Emang gini deh resiko merantau....

adhi mengatakan...

Loe nyeritain di blog gak jauh-jauh dari boker terus ho. Wakakaka...
Tapi gak papa, walaupun buang sembarangan, yang penting sudah dikubur dengan tenang wekekeke...

Seperti yang gua bilang ho, gua harapannya ceritanya lebih tentang mbak yang pakai kacamata. wakakaka..

Ja, kok loe juga ikutan gitu, kayaknya enak ya buang sembarangan, perlu dicoba kayaknya. Wakakakaka...

A 603 NG mengatakan...

.....ok good story jack...asal jangan mpub di tante sebelah ajah....wkwkwkwk......

RezaLuchu mengatakan...

Oi Ho.. Postingan baru lagi mana??

cris mengatakan...

ceritanya keren banget..
ane tunggu posting terbarunya bro
salam kenal